Isi Artikel Utama

Abstrak

Tulisan ini membahas konsep persahabatan universal yang jarang didiskusikan dalam teologi Kristen di Indonesia, padahal relasi ini mencakup hubungan manusia dengan sesama dan alam. Masifnya krisis ekologi dan konflik sosial di Toraja—seperti longsor akibat pengelolaan lahan yang tidak bertanggung jawab dan kasus pembunuhan saat upacara adat—menegaskan pentingnya menggaungkan konsep persahabatan universal di sana. Penelitian ini bertujuan membangun teologi lokal-konstruktif, yang disebut teologi Sangserekan, dari falsafah hidup Toraja untuk dijadikan basis persahabatan universal. Metode yang digunakan adalah studi literatur, dengan tahapan memilih literatur, pembacaan dan pencatatan, pengelompokan variabel, dan penulisan. Variabel yang dikerjakan meliputi rancang bangun teologi lokal Robert J. Schreiter, falsafah Sangserekan, penafsiran Kejadian 2:15, dan konstruksi teologi Sangserekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa falsafah Sangserekan menolak antroposentrisme dan melihat semua ciptaan (Lolo Tau, Lolo Patuan, Lolo Tananan) setara. Konsep ini selaras dengan mandat Kejadian 2:15 untuk "mengusahakan" (abad) dan "memelihara" (shamar) Taman Eden, yang dimaknai sebagai tanggung jawab dan wujud ibadah. Oleh karena itu, teologi Sangserekan menjadi lensa konstruktif bagi manusia Toraja untuk menjalankan panggilan luhur membangun relasi yang harmonis dengan sesama dan alam.

Kata Kunci

Teologi Sangserekan Manusia Toraja Kejadian 2:15 Teologi Lokal Persahabatan Universal

Rincian Artikel

Cara Mengutip
Exan Rerung, A., & Ginting, E. N. (2025). Teologi Sangserekan sebagai Basis Persahabatan Universal Manusia Toraja. Jurnal Bajidakka, 1(1), 17–30. Diambil dari https://jurnal.sttintim.id/index.php/bj/article/view/9